Prinsip dalam berpolitik itu baik, sebagai-mana ucapan Gandhi perihal tujuh dosa sosial yang salah satunya adalah politik tanpa prinsip. Namun, yang ingin saya ulas di sini adalah, prinsip kader serba politikus, yang diterapkan kepada sesama sahabat organisasi PMII. Tentu, ini tidak akan menjadi ideal dan justru akan membuat organisasi nampak kaku, jika semua harus serba formal. Jika kita menengok dari letak geografis dimana, PMII Gorontalo bertempat di wilayah timur yang justru bengal dengan administrasi. Kita harus menengok pula karakter/budaya kader-kader PMII Gorontalo yang kapala angi untuk mengurusi administrasi. Namun, di sisi lain pula jika kita melanggar ini maka, kita tidak taat pada administrasi organisasi. Sehingganya, sulit Pengurus Besar (PB) untuk mendata. 

Kita sebenarnya, ingin berproses untuk menjadi sosok intelektual ataukah hanya menjadikan PMII sebagai panggung seremoni untuk mengejar eksistensial?

Terlepas dari teori klasik Aristoteles tentang, politik adalah usaha yang ditempuh warga organisasi untuk mewujudkan kebaikan bersama. Karena citra politik dan perbaikan definisi tentang politik kontemporer yang dipahami oleh masyarakat umum seperti, politik adalah seni memerintah dan mengatur tatanan dalam masyarakat. Sementara, konteks penempatan yang keliru itu sangat fatal dalam menjalankan politik bagi seorang politikus.  Jika kita memahami filsafat etika dan ilmu dengan paradigma kebijaksanaan, mungkin kita akan paham secara mudah apa yang saya maksud pada tulisan ini.

Sebagaimana yang kita ketahui bersama, konsep pendidikan tradisional di Indonesia itu dapat digali dari berbagai adat istiadat dan budaya di Indonesia, ajaran berbagai agama ataupun para pemimpin yang mengkontrol metode pendidikan di Indonesia. Prinsip politik politikus itu termasuk  pada konsep pendidikan karakter dalam ruang lingkup organisasi PMII, guna membangun anggota/kader organisasi menjadi lebih baik. Maka dari itu, saya mengajak menengok kembali, seharusnya bagaimana kita menindaki hal ini. Saya menitik beratkan masalah ini pada letak adat-budaya geografis di wilayah timur. Prinsip politik jika digunakan pada tempatnya, itu akan membawa kebaikan, namun jika tidak pada tempatnya, maka akan membawa keburukan. Seperti, kita menaruh harapan kepada perempuan yang tidak mencintai kita, HA-HA-HA. Jangan terlalu serius, jangan membuat tulisan ini nampak kaku layaknya prinsip politik yang sahabat/i lakukan. Jika kita memberikan minuman yang mempunyai kadar gula tinggi pada seseorang yang terkena penyakit diabetes, tentu ini akan membawa keburukan yang menyebabkan keadaan menjadi parah. Prinsip politik oleh politikus jika dibawa ke ranah yang sesuatunya tidak condong ke dalam perpolitikan, tentu akan berbahaya. Sama halnya jika kita ngobrol tatanan pemerintahan kepada seseorang yang menganut ideologi anarko. Pendidikan santri dan pendidikan orang pasar tentu berbeda, pendidikan orang yang ingin merawat aset dan pendidikan orang yang ingin menjadi akademisi tentu berbeda; pendidikan adat Batak, adat Sunda, adat Jawa, adat Madura, ataupun adat Bugis itu sangat berbeda. Prinsipil politik oleh kader PMII yang mengurusi PB yang notabene berasal dari Jawa dengan wawasan intelektualnya ataupun Makassar dengan dinamikanya, tentu kita tidak bisa menyeretnya di Gorontalo. Gorontalo, punya retakan sendiri.

Masa iya, untuk meminta bantuan kepada sesama anggota/kader PMII untuk kegiatan PMII itu sendiri, harus menyurati? Apakah kesadaran dari setiap anggota/kader PMII untuk ber-PMII itu diukur melalui surat? Adakah kesadaran murni kita sebagai anggota/kader PMII memperjuangkan nilai-nilai yang dibawa oleh PMII? Jikalau sudah ada kesadaran tersebut, lantas apa yang membuat kita lebih patuh terhadap administrasi ketimbang PMII itu sendiri? Politikus tidak seperti itu juga kaleee.


Sahabat Ali bin Abithalib karamallahu wajhah berkata dengan fasihnya:

“Kebenaran dapat menjadi lemah karena perselisihan dan perpecahan dan kebathilan sebaliknya dapat menjadi kuat dengan persatuan dan kekompakan.” (Hadratussyaikh K.H Hasyim Asyari) 


Penulis

GalangParenrengi (Ketua Komisariat PMII UNG 2020-2021)


Tabik,

Wallahul Mustaan, Wallahul Muwafiq ilaa Aqwamit Thoriq.

Wassalamu 'alaaikum Warohmatullah  Wabarokatuh.