Satu kalimat yang selalu menggairahkan, terkhusus untuk anak Pergerakan (PMII) yang teransang, "adil dalam pikiran, suci dalam tindakan. Terus menghantam! Sebab diam adalah suatu bentuk pengkhianatan." Kalimat ini tentu bukan hanya pada bayang-bayang yang bisa disebut dengan ide namun, kalimat ini adalah buah yang dihasilkan oleh jerih payah Sang Penggerak yang membawa perubahan.
Intro untuk menyesuaikan dengan beberapa opini dari aktifis maupun para aktivis, secuil kenangan Mahasiswa telah dibeberkan, nostalgia terhadap beberapa sejarah kemahasiswaan pun dilampirkan. Saya gemetaran, tidak sabar untuk bergabung guna menikmati mar*** yang telah dihidangkan, apalagi bersama para senior-senior untuk membahas perihal pergerakan sampai menangis tersedu-sedu karena menghayati ataupun, tertawa terbahak-bahak dengan jawaban realitas dunia. arggh!!! Saya sangat rindu suasana ini. Tulisan ini sebagai respons dari opini seorang aktifis yang saya pun tidak terlalu kenal akan tetapi, saya suka tulisannya Beliau menanggapi tagar yang baru-baru ini trendi di Gorontalo. Salam hangat sekaligus salam kenal saya untuk senior Noval Karim, semoga tulisan ini, sedikit bisa membuat pembaca merasakan tanda-tanda dari sebuah ejakulasi. Bukan berarti dalam proses ini, saya secara total kontra dengan Beliau, beberapa argumen, saya sangat sepakat. Terkhusus, tentang mahasiswa penghisap yang sekarang layaknya anjing, ketika tidak lagi diberi daging malah menggigit si Tuan. Namun, yang menjadi bahan kritikan saya yaitu pernyataan pada judul yang mengatakan, regenarasi gerakan yang buruk.
Sedikit saya mengulas tentang pergerakan, memang, kami di PMII mempunyai kajian tersendiri, namun kali ini secara umum saja yang barangkali Noval Karim lupa, gerakan mahasiswa terbagi ke dalam berbagai macam gerakan mahasiswa yang jika diruncingkan itu menghasilkan dua yakni, gerakan moral dan gerakan ideologis. Ada gerakan mahasiswa elitis eksklusif dan ada gerakan mahasiswa kerakyatan. Jika, yang dimaksud oleh Noval Karim adalah gerakan kerakyatan maka, tujuannya ialah adanya proses asimilasi terhadap masyarakat serta diikuti dengan analisis mahasiswa secara empiris maupun teoritis padahal, mahasiswa pun adalah bagian dari masyarakat tersebut (bisa menengok KBBI V) tentu dengan pemikiran yang penuh pertimbangan dikarenakan mereka berpendidikan. Melalui pikiran positif, saya memaklumi Beliau dengan kelupaannya hal ini. Jika asumsi Beliau menyatakan bahwa, mahasiswa terlalu bertele-tele dengan gerakan ini saya kira, Beliaulah yang kurang bergabung dengan kelompok perumus tagar tersebut. Saya pun punya analisis khusus dengan nilai-nilai PMII yang sedikit bertentangan dengan mereka namun, dengan pernyataan, "gerakan itu buruk” saya merasa terlalu berlebihan sebagaimana terburu-burunya Beliau menanggapi hal ini. Kurang eksotis gerakan melalui tagar ini tentu terpampang, ini bukan sebuah keburukan. Namun, ini adalah reaksi dari aksi pemerintah sebagaimana yang telah disanggah oleh Wahyu Margono bahwa, ini hanyalah bentuk dari masyarakat untuk berdemokrasi melalui fitur twibbon.
Noval Karim, terlalu mengandai-ngandai dengan ilusi pikiran yang membunuh karakter dari apa yang dimimpikan. Terlihat jelas dengan penggalian sejarah yang dilakukannya. Misal, Beliau mungkin terlalu mengidolakan sosok Arief Budiman, Akbar Tanjung, Adian Napitulu, Rahman Toleng, Cosmas Batubara, Mahbub Djunaedi, ataupun Soe Hok Gie. Lalu menggunakan teori Arbi Sanit (1999) yang kurang lebih sepenggalnya berbunyi, "gerakan mahasiswa dari masa ke masa merupakan kekuatan moral dan politik yang sangat efektif untuk menekan kekuasaan otoriter yang korup dst..." Padahal, mereka tokoh-tokoh reformasi yang saya sebutkan di atas menyatakan bahwa, "gerakan mahasiswa bukanlah gerakan politik. Mahasiswa hanya bergerak saat bangsa berada pada keadaan krisis, setelah semua itu maka peran mahasiswa selanjutnya ialah belajar di kampus." Soe Hok Gie malah mengibaratkan gerakan mahasiswa seperti koboi, yang turun tangan memberantas bandit dan pergi meninggalkan kota, saat bandit sudah ditumpas tanpa, mau menerima jabatan Sherrif. Lebih jauh lagi mungkin, Tan Malaka, Soekarno, Sultan Syahrir, Jend. Sudirman, T. Cokroaminoto dst. Tentu, akan sangat panjang dan membosankan jika saya uraikan, dengan pertimbangan minat baca masyarakat; mahasiswa yang kurang. Menurut saya, untuk membenarkan suatu argumentasi dengan menggunakan teori tentu sangat mudah. Sebagaimana, yang masuk akal itu sangat banyak namun, kebenaran yang bijak itu sangat sedikit. Jika kita menggunakan paradigma melalui jalur teori Arbi Sanit tentu itu justru akan menghasilkan sosok Sofjan Wanadi yang baru. Seorang Bos (APINDO) yang kini menindas para masyarakat; buruh. Padahal, dulunya adalah seorang aktivis angkatan 1966.
Terakhir, apakah moralitas dari Noval Karim terganggu dengan adanya gerakan twibbon yang dilakukan oleh minoritas masyarakat; mahasiswa untuk menjadi reaksi reaktif terhadap Pemerintah yang kurang bijak menghadapi Covid-19? Apakah Noval Karim menganggap bahwa reaksi ini bagian dari gerakan yang buruk dengan argumentatif keliru? Atau hak-hak Noval Karim sebagai masyarakat/mahasiswa terganggu dengan twibbon ini?
Tokoh reformasi yang Noval Karim idolakan terlalu baik dengan mengatakan, gerakan mahasiswa bukanlah gerakan politik. Mahasiswa hanya bergerak saat bangsa berada pada keadaan krisis, setelah semua itu maka peran mahasiswa selanjutnya ialah belajar di kampus. Adakah gerakan moral Noval Karim untuk masyarakat kecil? Bijakkah Noval Karim dengan pernyataan bahwa gerakan yang tercipta adalah contoh gerakan yang buruk? Adakah solusi Noval Karim untuk digunakan sebagai pembanding gerakan yang sudah ada? 

Mohon untuk tidak tersinggung atas suguhan ini, ada satu pesan dari Hadratussyaikh Hasyim Asyari Hafidzafullah, "Jangan jadikan perbedaan pendapat sebagai sebab perpecahan, dan permusuhan. Karena, yang demikian itu kejahatan besar yang bisa meruntuhkan bangunan masyarakat, dan menutup pintu kebaikan dipenjuru mana saja."
Semoga bisa menjadi bahan untuk mengoreksi dan memperbaiki diri sendiri.

Penulis
Galang Parenrengi (Ketua Komisariat PMII UNG 2020-2021)

Tabik,
Wallahul Mustaan, Wallahul Muwafiq ilaa Aqwamit Thoriq.
Wassalamu 'alaaikum Warohmatullah  Wabarokatuh.